Monday, November 23, 2015

Makalah pendidikan agama islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hingga saat ini, pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan adalah sebagai fakta - fakta yang harus dihafal. Proses belajar mengajar di dalam kelas masih terfokus kepada guru. Guru dijadikan sebagai sumber utama pengetahuan. Metode ceramah masih menjadi pilihan utama dalam strategi proses belajar mengajar. Guru terkesan sekedar menyampaikan atau mentransfer pengetahuan pada tatanan kognitif saja. Hal ini membuat siswa pasif sehingga materi yang disampaikan tidak termanifestasikan dalam benak siswa. Realitas tersebut juga ditemukan dalam. Fakta yang ada selama ini, menunjukkan bahwa proses pembelajaran masih didominasi oleh aspek kognitif. Pembelajaran di kelas masih menggunakan teacher centred.
Dalam hal ini guru berperan sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Sehinggandalam prakteknya, siswa hanya menerima informasi yang disampaikan oleh guru saja. Siswa hanya datang, duduk, diam dan pulang. Akibatnya, pembelajaran belum dapat berfungsi secara optimal dalam mengembangkan kepribadian anak sejak dini. Selain itu, sekolah juga seakan-akan menjadi ajang pertarungan bagi siswa, karena model pembelajaran yang sering diterapkan hingga saat ini cenderung model kompetitif, yaitu sebuah model pembelajaran yang mendasarkan pada persaingan. Alasan utama guru menggunakan model pembelajaran kompetitif umumnya untuk membangkitkan motivasi belajar.
 Alasan tersebut tidak keliru, karena manusia pada hakikatnya memiliki needs (untuk berkuasa) yang biasanya dapat dipenuhi melalui kompetisi.  Tetapi, guru sering lupa bahwa kompetisi antar individu atau antar kelompok yang tidak seimbang dapat menimbulkan keputusasaan bagi yang lemah dan kebosanan bagi yang kuat. Di samping itu, kompetisi di dalam kelas yang tidak sehat akan menimbulkan permusuhan. Demi memenangkan kompetisi ini, seorang siswa harus mengalahkan teman - teman sekelasnya. Segala cara akan dilakukan oleh siswa untuk mengejar atau mencapai nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Siswa yang kalah, bisa mengalami luka batin yang terus mengganggu sepanjang hidupnya. Sedangkan siswa yang menang, dia dianggap tidak kompak karena sudah menaikkan rata - rata kelas dan menjatuhkan nilai temannya. Sehingga hal ini menjadikan siswa belajar dalam kondisi yang membebani dan menakutkan, karena dalam pikiran siswa ditanamkan mindset aku harus menang, orang lain harus kalah.3 Suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian, akan menumbuhkan sikap dan hubungan negatif yang akan mematikan semangat belajar siswa. Suasana semacam ini, akan menghambat pembentukan pengetahuan secara aktif.
Hal di atas terjadi karena masih banyak guru yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar. Padahal sebagai pendidik dan pengajar, guru senantiasa dituntut untuk menciptakan suasana dan iklim yang kondusif serta memotivasi siswa dalam belajar yang nantinya akan berdampak positif pula dalam mencapai hasil belajar optimal. Oleh karena itu, guru harus dapat menggunakan metode mengajar yang tepat, efisien, dan efektif untuk membantu meningkatkan motivasi siswa. Karena semakin tepat metode yang digunakan maka akan semakin efektif dalam pencapaian tujuan.
Hal ini sesuai dengan UU sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) pasal 40 ayat 2 yang berbunyi Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban "menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis" . Guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Dalam proses belajar mengajar, siswa dituntut untuk aktif dan menciptakan sistem pembelajaran
yang sesuai UU tersebut. Guru minimal mempunyai kemampuan dasar yang meliputi penguasaan materi, kemampuan dalam metode mengajar, memotivasi belajar dan membina hubungan baik dengan siswa serta kemampuan yang lain.
Untuk itu perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar mengajar. Sudah seyogyanya dalam kegiatan pembelajaran guru juga mempertimbangkan siswa. Siswa bukan botol kosong yang bisa di isi dengan muatan - muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru demi terselesaikannya materi pelajaran. Selain itu, alur proses belajar mengajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Akan tetapi, siswa juga dapat belajar dari siswa lainnya.  Hal ini dimaksudkan agar siswa juga mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa lainnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan pembelajaran di sekolah adalah model pembelajaran cooperative learning.
Falsafah yang mendasari model pembelajaran ini adalah falsafah “homo homini socius”, yakni makhluk yang cenderung untuk hidup bersama.  Homo homini socius menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak ada individu, keluarga, organisasi dan sekolah. Tanpa kerja sama kehidupan akan punah. Atas dasar pemikiran tersebut, cooperative learning perlu diterapkan demi kelangsungan hidup manusia.
Cooperative learning menitik beratkan pada kerja sama dan tolong menolong antara siswa. Kerja sama dan tolong menolong di antara sesame merupakan suatu aspek yang harus hadir dalam peradaban manusia. Dalam kehidupan masyarakat, sangat dianjurkan untuk peduli dan menolong orang lain. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 71 yang berbunyi:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4
   Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian darimereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. (QS. At Taubah: 7. Depag RI, Al Qur’an dan Terjemah :2009).
Dalam Tafsir Al-Misbah dikatakan bahwa laki - laki dan perempuan yang beriman saling menyatukan hati mereka dalam segala urusan dan kebutuhan demi menegakkan keadilan. Dari keterangan tersebut tersirat sebuah anjuran untuk tolog - menolong dalam hal kebaikan termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Karena dalam masyarakat modern, seorang individu yang dapat bekerja sama akan lebih bisa sukses. Dengan mengingat bahwa keberagaman umat manusia menuntut seorang individu dapat menerima dan bekerja sama dengan orang lain. Agar seseorang mampu bekerja sama dengan sesamanya, ia harus memiliki sejumlah keterampilan dan pemahaman. Oleh karena itu, kemampuan kooperatif seorang individu harus dilatih dan dibiasakan. Tempat yang sesuai untuk melatih kooperatif ialah lembaga pendidikan yang berupa sekolah. Sekolah adalah lembaga yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai anggota masyarakat yang sanggup untuk berpikir sendiri dan berbuat yang efektif. Untuk itu, kerja sama dan gotong royong hendaknya dijadikan sebagai sebuah prinsip yang mewarnai praktek pengajaran guru di kelas. Karena kondisi di sekolah / di kelas umumnya menampung siswa yang memilki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
Namun kenyataannya, kerja sama dalam cooperative learning belum banyak digunakan dan diterapkan di sekolah. Kebanyakan guru masih ragu untuk menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas dengan beberapa alasan. Dari temuan sementara.
Alasan pertama, adanya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas. Alasan ke dua, siswa bukannya memanfaatkan waktunya untuk meningkatkan pengetahuan (belajar), akan tetapi malah memboroskan waktu untuk bermain dan bergurau. Alasan yang ke tiga, diperlukannya persiapan yang matang dari guru, karena cooperative learning tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan. Selain itu, siswa sering mengeluh tidak bisa bekerja sama dengan efektif dalam kelompok. Siswa yang rajin dan pandai merasa bahwa pembagian tugas dan penilaian kurang adil. Siswa yang tekun merasa harus belajar melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.
Sedangkan siswa yang kurang merasa minder ditempatkan dalam satu kelompok dengan siswa yang pandai. Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang saja pada hasil jerih payah-nya.  Kesan negatif mengenai kegiatan bekerja atau belajar dalam kelompok, juga bisa timbul karena adanya perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karekteristik atau keunikan pribadi karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kelompok, jika guru benar - benar menerapkan prosedur cooperative learning. Banyak guru yang hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai pembagian tugas. Akibatnya, siswa merasa ditinggal sendiri. Karena belum berpengalaman, siswa merasa bingung dan tidak tahu harus bekerja sama dalam menyelesaikan tugas tersebut. Akibatnya, kekacauan dan kegaduhanlah yang terjadi. Cooperative learning tidak sama dengan sekedar bekerja dalam kelompok.
Ada unsur-unsur dasar pembelajaran yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur cooperative learning dengan benar, akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Di tengah keraguan yang dialami oleh kalangan pendidik dalam menggunakan model ini karena banyak kekhawatiran sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, SMP N 1 Haurwangi sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam justru menggunakannya untuk meningkatkan hasil belajar terutama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dengan menerapkan cooperative learning ini, SMP N 1 Haurwangi menekankan pada aspek kerja sama, siswa sebagai subyek pembelajaran yang terlibat aktif dalam menyerap pengetahuan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini berarti bahwa SMP N 1 Haurwangi menuntut guru untuk berkreasi dalam mengajar dengan cara memilih berbagai metode terutama metode yang mampu menumbuhkan semangat belajar dan kerja sama di antara siswanya.
Lahirnya era globalisasi menyisakan sejumlah tantangan tersendiribagi bangsa Indonesia. Perkembangan ilmu dan teknologi telah mengakibatkan perubahan-perubahan yang secara nyata berdampak pada kondisi kehidupan manusia. Kenyataan yang harus dihadapi yaitu rapuhnya sendi-sendi kehidupan akibat modernisasi antara lain terlihat dari kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah, derajat kehidupan yang
masih menyedihkan dan hilangnya self identity dalam kultur global. Di sisi lain, kita juga sedang mengalami kemunduran budaya kolektivitas lokal yang sarat dengan nilai-nilai luhur seperti kegotongroyongan, yang merupakan akibat dari bangunan sistem pendidikan kita yang belum mampu menyiapkan siswa menjadi adaptable dengan seperangkat nilai dalam berbagai dimensi kehidupan.
Dalam kehidupan global kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok yang ada, tetapi kita dituntut untuk belajar hidup bersama dan bekerja sama dengan mereka. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan dan tradisi yang berbeda. Agar bisa bekerja sama dan hidup rukun, kita harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama).
Sekolah merupakan suatu lembaga yang bertujuan mempersiapkan anak untuk hidup sebagai anggota masyarakat yang sanggup berpikir dan berbuat efektif. Selain itu sekolah harus bisa mengembangkan peserta didik untuk hidup secara bersama yang disertai prinsip semangat kerjasama dan solidaritas sosial karena dalam proses belajar seorang siswa juga membutuhkan rasa aman. Salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Perasaan saling memiliki ini memungkinkan siswa untuk menghadapi tantangan. Ketika mereka belajar bersama teman,
mereka mendapatkan hubungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka melampaui ambang pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. “Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif” dan mengembangkan kreativitas siswa.  Kreativitas siswa akan dapat dikembangkan bila pembelajaran tidak menggunakan pendekatan teacher centered. Pendidik tidak mendominasi proses komunikasi belajar, tetapi ia lebih banyak membimbing, memberi arahan dan memberi inspirasi pada peserta didik agar mereka dapat mengembangkan kreativitas melalui berbagai kegiatan belajar. Rasa percaya diri, rasa aman, rasa dilindungi, rasa diikutsertakan dan diakui merupakan prasarat dalam menciptakan hubungan kerjasama yang penuh kehangatan (warmness).
Dengan demikian akan tercipta iklim belajar kondusif yang dapat mengoptimalkan hasil belajar dan kreativitas seorang siswa. Nampaknya prinsip kerjasama di sekolah belum tertanam secara maksimal. Hal ini bisa dilihat pada proses sekolah dewasa ini yang senantiasa menekankan pengembangan siswa sebagai individu. Mulai dari tugas-tugas
harian, tanya jawab dan diskusi di kelas sampai evaluasi akhir hasil studi.
            Sebuah pendidikan harus memberi kesempatan pada siswa untuk saling bekerjasama dalam pembelajaran, karena pada dasarnya pengajaran yang efektif menuntut kesediaan kerjasama dari siswa. Selain itu, “alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Akan tetapi siswa juga bisa saling mengajar sesama siswa lainnya (peer teaching)”. Ini merupakan sistem pengajaran yang memberikan kesempatan sesama siswa untuk bekerjasama dalam tugas-tugas yang terstruktur. Keberhasilan seorang siswa ditentukan oleh kerjasama antar mereka dalam pembelajaran.
Jika kerjasama yang saling memberi dan menerima antar siswa bisa berjalan dengan lancar maka akan membuahkan hasil pembelajaran yang optimal. Saat ini pendidikan dituntut untuk dapat memainkan perannya sebagai basis dan benteng tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika dan moral bangsa. Pendidikan merupakan suatu media sosialisasi nilai-nilai luhur yang akan lebih efektif bila diberikan kepada anak (siswa) sejak dini.
Pendidikan agama Islam yang notabenenya sebagai landasan moral dalam kehidupan sehari-hari, kini belumlah membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan yaitu membangun karakter dan moralitas anak bangsa. Tawuran antar siswa, kekerasan fisik dan tindak kriminalitas bahkan terjadi di mana-mana. Kerisauan dan kegalauan akan moralitas anak bangsa telah mengindikasikan kegagalan pembelajaran PAI selama ini.
Hal ini mengundang perhatian berbagai pihak untuk menoleh secara lebih serius terhadap PAI. Banyak aspek yang dapat dievaluasi sebagai faktor yang memberi kontribusi terhadap kegagalan ini, diantaranya durasi waktu yang sangat singkat, pembelajaran yang sangat kaku, berpegang dengan buku teks, cenderung tidak membawa peserta didik ke alam kehidupan sosial nyata baik dalam tataran konsep maupun pengalaman keagamaan.
Masalah krusial juga dalam pembelajaran PAI ialah dalam hal penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran. Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.
Berdasarkan kondisi PAI yang ada, ternyata masih banyak pendidik yang belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam memilih serta menggunakan berbagai metode pembelajaran yang mampu mengembangkan iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar.
Pemilihan metode yang kurang tepat dapat mengakibatkan PBM PAI berlangsung secara kaku, sehingga kurang mendukung pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Untuk itu perlu dicari alternative model pembelajaran yang memungkinkan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai keagamaan yang diharapkan lebih kuat tertanam pada pribadi siswa. Atas dasar berbagai problematika di atas, maka upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar PAI merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang dapat menjembatani keresahan tersebut adalah model pembelajaran cooperative learning.
Cooperative learning merupakan “sistem pembelajaran yang member kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur”. Model pembelajaran ini memberi kesempatan siswadalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama (kerja kelompok), saling tolong menolong dan saling mendistribusikan ilmunya di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar. Hadits dari Ibnu Majah dan Muslim.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَنْ يَتَعَلَّمَ الْمَرْءُ الْمُسْلِمُ عِلْمًا ثُمَّ يُعَلِّمَهُ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
 “Shodaqoh yang paling utama adalah orang Islam yang belajar ilmu kemudian ia mengajarkan kepada saudaranya sesama Islam.” (HR.Ibnu Majah No.239]) (Darul Al-Fikr, 1984:174)
Hadits tersebut menjelaskan bahwa orang yang memiliki ilmu maka ia wajib mengamalkannya kepada orang lain, ini merupakan shodaqoh yang paling utama, karena sesungguhnya apa yang ada dalam diri kita sebagian adalah hak orang lain.
Dengan demikian maka ilmu kita akan menjadi ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat Hadits tentang tolong-menolong juga dijelaskan dari Muslim:
وَ اللهُ فىِ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فىِ عَوْنِ أَخِيْهِ
 “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 1930, 1425, 2945, Abu Dawud: 4946, Ibnu Majah: 225 dan Ahmad: II/ 252, 296, 500, 514. Berkata asy-Syaikh al- Albaniy Shahih).  
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Pemberian pertolongan seorang hamba terhadap saudaranya itu dapat menyebabkan pertolongan Allah kepada hamba tersebut”.
Berkata asy-Syaikh Muhammad bi Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Bahwa Allah ta’ala menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Di dalam hadits ini terdapat motivasi untuk menolong saudaranya dari kaum muslimin di dalam segala yang perkara yang mereka butuh pertolongan. Hadits di atas menjelaskan bahwa seseorang yang mau menolong saudaranya dengan dilandasi keikhlasan maka Allah kelak juga akan menolong orang tersebut.  Kita sebagai manusia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, hanya saja tak seorangpun yang tahu kapan pertolongan itu akan tiba.
Menurut Michaels sebagaimana dikutip Etin Solihatin (1992:14) “cooperativelearning is more effective in increasing motive and performance students”.
yakni pembelajaran kooperatif lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan performen siswa. Senada itu, Henry juga mengungkapkan bahwa “committee work is also a useful way of spreading participation. It is a way of giving children opportunities to learn how work cooperatively and to think for themselves”  (Bekerja sama juga merupakan cara yang berguna untuk meningkatkan partisipasi. Ini adalah sebuah cara memberikan kesempatan anak untuk belajar bagaimana bekerja sama dan berfikir untuk diri mereka sendiri).
Model cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan mahasiswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi. Cooperative learning menciptakan kondisi pembelajaran yang bersifat gotong royong, saling menolong dan bekerjasama. Hal ini bukanlah hal baru dalam dunia Islam, karena Islam sendiripun menganjurkan untuk saling tolong-menolong. Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 71:
tbqãZÏB÷sßJø9$#ur àM»oYÏB÷sßJø9$#ur öNßgàÒ÷èt/ âä!$uŠÏ9÷rr& <Ù÷èt/ 4 šcrâßDù'tƒ Å$rã÷èyJø9$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3ZßJø9$# šcqßJŠÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# šcqè?÷sãƒur no4qx.¨9$# šcqãèŠÏÜãƒur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNßgçHxq÷Žzy ª!$# 3 ¨bÎ) ©!$# îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÐÊÈ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “(QS. At-Taubah: 71 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemah :2009)
            Ayat di atas menjelaskan bahwa kita sebagai orang yang beriman harus saling tolong-menolong diantara sesama, karena sesunggunya kita semua adalah bersaudara. Barang siapa mau menolong diantara sesama maka kelak Allah juga akan memberi pertolongan kepada kita.
Selain itu Allah juga berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 85:
`¨B ôìxÿô±o ºpyè»xÿx© ZpuZ|¡ym `ä3tƒ ¼ã&©! Ò=ŠÅÁtR $pk÷]ÏiB ( `tBur ôìxÿô±o Zpyè»xÿx© Zpy¥ÍhŠy `ä3tƒ ¼ã&©! ×@øÿÏ. $yg÷YÏiB 3

 “Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)nya. Dan barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari (dosa)nya “(QS. An-Nisa’: 85 Depag RI, Al Qur’an dan Terjemah :2009)
Ayat tersebut memberi anjuran jika kita menolong orang lain hendaknya kita harus memberi pertolongan yang baik dengan dilandasi rasa ikhlas, karena kelak pahala yang tak terkira akan kita dapatkan. Kerjasama merupakan hal sangat urgen bagi kelangsungan hidup.
Tanpa kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau bahkan sekolah. Tanpa kerja sama kehidupan kan tiada.
Dengan mengaplikasikan prinsip kerjasama yang termodifikasi dalam model cooperative learning ke dalam pembelajaran PAI, diharapkan prosessosialisasi dan internalisasi nilai-nilai keagamaan lebih kuat tertanam pada pribadi siswa, sehingga pembangunan karakter (character building) dan etika moral anak bangsa akan dapat terjunjung tinggi. Selain itu dengan adanya cooperative learning ini, diharapkan pula pembelajaran PAI akan lebih menarik, aktual dan hidup serta meningkatkan minat dan prestasi belajar.
Di tengah keengganan kalangan institusi pendidikan menggunakan cooperative learning dalam pembelajaran PAI karena berbagai macam kekhawatiran. di SMPN 1 Haurwangi telah menerapkan model pembelajaran ini, meskipun baru beberapa metode yang diimplementasikan. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis berusaha untuk mengetahui lebih jauh. kegiatan pembelajaran PAI melalui model cooperative learning yang terkonsep dalam judul
“Implementasi COOPERATIVE LEARNING dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Studi Deskriptif Tentang Pendidikan Mengenai Metode Manfaat Metode COOPERATIVE LEARNING  di SMPN 1 Haurwangi”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu:
1.      Bagaimana Proses Penerapan metode COOPERATIVE LEARNING dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Haurwangi
2.      Apa Manfaat metode COOPERATIVE LEARNING dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Haurwangi


C.  Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
1.      Untuk mengetahui  Proses Penerapan metode COOPERATIVE LEARNING dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Haurwangi
2.      Untuk mengetahui Manfaat metode COOPERATIVE LEARNING dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Haurwangi

D.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Secara teoritis
Dengan adanya penelitian ini, maka penulis dapat mengetahui metode, manfaat dan konsep cooperative learning dan implementasinya, khususnya dalam pembelajaran PAI di sekolah yang penulis teliti yaitu di SMPN 1 Haurwangi.
2. Secara praktis
a. Sebagai motivator pembaca untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI di manapun berada.
b. Sebagai rujukan pendidik dalam mengelola pembelajaran PAI dengan model dan metode pembelajaran yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Sebagai khazanah pengembangan ilmu PAI, khususnya bidang metode pembelajaran.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
IMPLEMENTASI COOPERATIVE LEARNING DALAM
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.    Cooperative Learning
1.     Pengertian Cooperative Learning
Dalam pembelajaran, interaksi sosial menjadi salah satu factor penting bagi perkembangan schemata  (pengetahuan dan pengalaman) mental yang baru. Di sini cooperative learning memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada siswa untuk berpikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif.
Cooperative learning terbentuk dari dua kata yaitu cooperative dan learning. Secara bahasa, cooperative (kooperatif) mempunyai arti kerjasama. Basyiruddin Usman mendefinisikan kooperatif sebagai belajar kelompok atau bekerjasama. Menurut Burton yang dikutip oleh Nasution, kooperatif adalah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan learning mempunyai arti belajar. Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil  pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun pengertian cooperative learning menurut para ahli adalah:
a.       Slavin (2007:4) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
b.      Nurhadi (2004:112) mengatakan bahwa cooperative learning sebagai pendekatanpembelajaran yang memfokuskan pada kelompok kecil. Dimana siswa bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
c.       Yusuf (2008:48) cooperative learning merupakan sebuah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok yang tingkat kemampuannya berbeda.
d.      Anita Lie (2006:12) cooperative learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan rekannya dalam tugas yang terstruktur.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai model pembelajaran bersama dalam kelompok yang bersifat heterogen dengan menekankan keterlibatan setiap anggota kelompok untuk mencapai keberhasilan bersama. Keberhasilan belajar menurut model cooperative learning bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan secara bersamasama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. Melalui belajar dari teman sebaya, maka proses penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.
Cooperative  learning membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini beranjak dari pemikiran "getting better together"  (raihlah yang lebih baik secara bersama-sama). Getting better together menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana kondusif kepada siswa untuk memperoleh, menyumbangkan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Sehingga dengan bekerja secara bersama diantara anggota kelompok, akan meningkatkan motivasi belajar siswa, produktivitas, dan perolehan belajar. Sebagaimana pendapat Michaels yang dikutip oleh Etin Solihatin mengatakan “Cooperative learning is more effective in creasing motive and performance students”. (Belajar bersama akan lebih efektif dalam meningkatkan motivasi dan pengembangan kualitas diri).
Cooperative learning mendorong peningkatan kemampuan siswa untuk memecahkan berbagai persoalan dalam pembelajaran, karena siswa saling bekerja-sama dengan rekannya dalam menentukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah pada materi pelajaran yang dihadapi. Jadi, pembelajaran cooperative learning adalah usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain.
Hal ini dilakukan sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Intinya, cooperative learning menganut konsep “synergy”, yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerja-sama sebagai salah satu fenomena kehidupan.  Oleh karenanya, suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan interaksi ini, siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan mencintai satu sama lain.
2.    Dasar Penerapan Cooperative Learning
Segala kegiatan pasti mempunyai tujuan dan dasar dalam melakukannya. Begitu juga penerapan cooperative learning yang menampakkan wujud dalam bentuk belajar kelompok.  Dalam proses belajar-mengajar, kelompok merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap sosial anak. Dasar dari kerja sama terbagi menjadi 3 yaitu:
a.    Dasar Pedagogis
Dasar paedagogis sebagai dasar yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan pengajaran. Dalam UU RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, demokratis serta bertanggung jawab. Melalui cooperataive learning, siswa dibentuk menjadi manusia utuh seperti yang diharapkan pada tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, siswa diharapkan menjadi manusia yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kecerdasan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.    Dasar Psikologis
Dasar psikologis dapat dilihat pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kebutuhan manusia adalah berhubungan dengan orang lain (berinteraksi). Senada dengan hal itu Jerome Bruner yang dikutip oleh Melvin L. Silberman (2004:24)  mengatakan bahwa kebutuhan manusia adalah untuk merespon orang lain dan bekerja sama, guna mencapai tujuan hidup yang disebut resiproritas (hubungan timbal balik).  Konsep ini menempatkan siswa dalam kelompok dan memberi tugas yang menuntut siswa bergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas. Dengan cara ini, siswa cenderung lebih aktif dalam kegiatan belajar, karena siswa mengerjakan bersama teman-temannya. Begitu terlibat dalam kelompok, siswa langsung memiliki kebutuhan untuk membicarakan apa yang dialami bersama teman-temannya yang mengarah kepada hubungan - hubungan lebih lanjut.
c.    Dasar Religius
Al-Qur'an merupakan sumber utama dan paling utama bagi umat Islam. Untuk itu al-Qur'an dijadikan pedoman dan pegangan untuk memudahkan perjalanan hidup manusia selama hidup di dunia yang merupakan bakal kehidupan di akhirat. Dalam Al-Qur’an tepatnya pada surat al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:
¢(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Depag RI, Al Qur’an dan Terjemah :2009)
Dalam Tafsir Al-Maraghi (1987:81), perintah tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan termasuk petunjuk sosial dalam al-Qur’an. Al-Qur’an sudah menyarankan kepada manusia agar saling member bantuan satu sama lain dalam mengerjakan kebaikan / apa saja yang berguna bagi umat manusia baik pribadi maupun kelompok, baik urusan agama maupun dunia. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain.
3.    Tujuan Cooperative Learning
Setiap aktifitas kehidupan harus memiliki tujuan. Tanpa tujuan orang akan terombang-ambing dalam kehidupannya. Cooperative learning ini memiliki tiga tujuan dalam pembelajaran yaitu:
a.     Hasil belajar
Salah satu tujuan pembelajaran adalah meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa cooperative learning unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang cooperative learning menunjukkan bahwa struktur penghargaan cooperative learning telah meningkatkan penilaian siswa dalam mutu belajar akademik dan norma yang berhubungan dengan belajar. Beberapa hasil penelitian maupun penemuan yang dilakukan oleh para ahli terhadap penerapan metode cooperative learning menerangkan bahwa:
1)        Web (1985) menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative learning dapat mendorong siswa untuk bersikap dan berperilaku kearah demokratis, dan termotivasi untuk belajar.
2)        Slavin (1990) menemukan, bahwa 86 % dari keseluruhan siswa yang diajar dengan cooperative learning memiliki prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran lainnya.
 Berdasarkan temuan dari peneliti terdahulu, ternyata penggunan cooperative learning menunjukkan efektifitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dilihat dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan-keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupannya di masyarakat. Temuan di atas mengindikasikan, bahwa cooperative learning perlu diterapkan untuk dikembangkan dalam PBM.

b.    Penerimaan terhadap perbedaan individu
Dalam pembelajaran cooperative learning, siswa dilatih untuk menerima perbedaan dari anggota kelompok, karena didalam kelompok terdiri dari siswa yang heterogen.25 Pengelompokan yang heterogen, bermanfaat untuk melatih siswa dalam menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Selain itu, pembelajaran cooperative learning dapat mengkondisikan siswa untuk saling bergantung satu sama lain Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga dari cooperative learning adalah untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa, keterampilan kerja sama dan kolaborasi sebagaimana yang dikemukakan Hendri Clay Lindgren dalam bukunya “Educational Psycology In The Classroom, yang berbunyi: Committee work is a useful way of spreading participation it is a way of giving children opportunities to learn how to work cooperatively and to think for them selvers.26
Kerjasama adalah jalan / cara yang berguna untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bagaimana bekerja-sama dan berpikir untuk mereka sendiri. Keterampilan bekerjasama dan kolaborasi ini termasuk dalam keterampilan sosial yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dengan manusia lain.

4.    Unsur-Unsur Cooperative Learning
Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 (lima) unsur model pembelajaran cooperative learning, yaitu:
a.    Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran cooperative learning, guru menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa untuk saling membutuhkan. Interaksi yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Ketergantungan di sini bukan berarti bahwa siswa bergantung secara menyeluruh pada keberhasilan satu orang saja, tetapi saling mempunyai peran dalam kelompok dan saling berusaha untuk memberi konstribusi pada keberhasilan dengan membantu sesama rekannya dalam kelompok.
b.    Tanggung jawab individu
Salah satu dasar dari penggunaan cooperative learning adalah keberhasilan belajar akan tercapai secara baik apabila dilakukan secara bersama sama. Oleh karena itu, keberhasilan cooperative learning dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam memberi dan menerima apa yang sudah dipelajari dari siswa lainnya. Secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab untuk mengerjakan dan memahami materi untuk dirinya dan bagi keberhasilan kelompok sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
c.    Interaksi tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi. Kegiatan ini membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota.  Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih kaya dibanding hasil pemikiran satu orang saja. Interaksi semacam ini diperlukan karena siswa lebih mudah belajar dari sesamanya daripada dengan guru. Dengan demikian siswa menjadi sumber belajar bagi sesamanya.
d.    Keterampilan sosial
Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan sosial seperti tenggang rasa, perilaku sopan santun terhadap teman, menghargai orang lain, mempertahankan ide yang logis, dan keterampilan lain yang bermanfaat seperti kepemimipinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik. Semua diajarkan untuk menjalin hubungan interpersonal.
e.    Evaluasi proses kelompok
Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya dilakukan proses evaluasi untuk memberikan masukan terhadap hasil kerja siswa dan aktivitas mereka selama bekerja sama dalam kelompok. Dalam hal ini, guru member kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan saran, dalam rangka perbaikan belajar untuk kemudian hari.
B.  Pendidikan Agama Islam di Sekolah
1.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat antara lain pendidikan agama. Dalam penjelasaannya dinyatakan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan agama Islam adalah bagian integral dari pada pendidikan nasional sebagai suatu keseluruhan. Pendidikan agama islam adalah adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama Lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 
Daradjat dkk (2001 : 172) mengatakan Pendidikan agama adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama.
Sebutan Pendidikan Agama Islam umumnya dipahami hanya sebatas sebagai ciri khas jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan, sepertihalnya civil education di sekolah sering dikesankan sebagai sistem rekayasa sosial yang paling bertanggung jawab terhadap upaya mempertegas upaya multi kultural warga Negara. Pendidikan Agama Islam selama ini juga dikesankan sebagai tipe pendidikan yang bercorak dogmatis, doktriner, monolitik dan tidak berwawasan multi cultural.
Walaupun sebenarnya Pendidikan Agama Islam memang tidak bisa dipisahkan dalam perjalanan bangsa Indonesia pada sisi sejarahnya. Karena jelas Pendidikan Agama Islam berupaya mengembangkan manusia seutuhnya, bukan hanya serpian dari potensi-potensi yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, seperti yang berlaku pada pendidikan Sparta da Athena yang didewa-dewakan oleh orang-orang sekarang. 
Pendidikan Agama Islam merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, sebelum pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem sekolah pada abab ke-19. Kalau meminjam bahasanya Tilaar bahwa Pendidikan Agama Islam telah berhasil survive dalam berbagai situasi dan kondisi mengarungi masa, oleh karenanya Pendidikan Agama Islam mengandung nilai-nilai historis, nilai religius dan nilai moral. Tentunya karena Pendidikan Agama Islam berlandaskan kepada beberapa hal, yaitu : Pertama. Landasan spiritual, yang berupa nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah .
Kedua, landasan filosifis yang berupa kurikulum, yang dalam pengertian luas merupakan produk ijtihad yang dapat meliputi seluruh aspek kependidikan. Ketiga, landasan operasional yang meliputi berbagai didaktik metodik, dana dan sarana serta leadership dan manajemen . Sehingga penting menjadikan Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu pendidikan alternativ, tentunya dengan membutuhkan paradigma-paradigma baru untuk meningkatkannya, antara lain dengan peningkatan manajemen pendidikan Islam itu sendiri . 
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 disebutkan, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Dari paparan diatas maka penulis bisa menarik kesimpulamn bahwa Pendidikan Islam dibedakan dengan istilah Pendidikan Agama Islam dan pendidikan Keagamaan Islam. Istilah Pendidikan Islam bermakna umum, mencakup dua istilah lainnya. Muhaimin (1995:170) menjelaskan bahwa istilah Pendidikan Islam mencakup tiga pengertian berikut : (a) pendidikan (menurut/berdasarkan) Islam, yakni pendidikan yang dipahami, disusun, dan dikembangkan menurut ajaran Islam. Jadi, sifatnya normatif.
Dan dalam kerangka akademik merupakan lahan filsafat pendidikan Islam; (b) Pendidikan (Agama) Islam, yaitu upaya mengajarkan dan mendidikkan agama Islam agar menjadi way of life, baik malalui lembaga informal, nonformal dan formal. Sifatnya proses oprasional. Dalam kerangka akademik menjadi lahan Ilmu Pendidikan Islam teoritis; dan (c) Pendidikan (dalam) Islam, yakni proses dan praktek penyelenggaraan pendidikan Islam yang berlangsung berkembang dalam perjalanan sejarah umat Islam. Sifatnya sosio-historis. Dalam kerangka akademik menjadi lahan Sejarah Pendidikan Agama Islam. 
Beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa ketiga istilah tersebut meskipun mirip, dalam tataran implementasi memiliki perbedaan. Istilah Pendidikan Islam sifatnya umum, menunjuk pada semua hal terkait dengan pendidikan dalam kontek Islam, baik berupa kekurangnya dalam bentuk mata pelajaran/kuliah agama Islam pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan pendidikan dalam kontek Islam, baik berupa pemikiran, institusi, maupun tertentu. Sedangkan Pendidikan Keagamaan Islam lebih mengarah pada bentuk satuan pendidikan atau program pendidikan, yang dapat berupa pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren.
2.    Tujuan Pendidikan Agama Islam
Secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.  Tujuan Pendidikan Agama Islam terbagi menjadi tujuan umum (dicapai dengan semua kegiatan pendidikan), tujuan sementara (dicapai setelah siswa diberi sejumlah pengalaman tertentu), tujuan akhir (dicapai agar siswa menjadi manusia sempurna atau insan kamil) dan tujuan operasional (tujuan praktis yang dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan).
Tujuan pendidikan juga termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003, yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak, mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Namun, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan diatas perlu adanya pengintegrasian seluruh komponen pendidikan, dimana antara komponen yang satu dan yang lainya berkaitan. Seperti yang dijelaskan Abudin Nata “komponen yang terdapat dalam pendidikan antara lain komponen kurikulum, guru, metode, sarana prasarana, dan evaluasi.
Adapun tujuan pendidikan menurut beberapa tokoh adalah sebagai berikut:
a.       Menurut Athiyah Al-Abrasyi (1979 : 1) , tujuan pendidikan Islam meliputi:
1)   Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia
2)   Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat
3)   Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri.
4)   Mempersiapkan tenaga profesional yang trampil.
b.      Menurut M.Djunaidi Dhany (1988:78), tujuan pendidikan mencakup;
1)   Pembinaan kepribadian siswa yang sempurna, meliputi: pendidikan harus mampu membentuk kekuatan dan kesehatan badan serta akal.
2)   Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan kepercayaan anak terhadap agama dan kepada Tuhan.
3)    Mengembangkan Intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk mewujudkan kebahagiaan di masa mendatang.
c.       Al-Abrasyi (1974 : 15), menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia.
d.         Marimba (1964 : 39), mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berkepribadian muslim.
e.         Konpensi Dunia Islam (1977), bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri kepada Allah secara mutlak
Secara rinci menjelaskan tujuan akhir pendidikan Islam adalah :
 1) Pembinaan akhlak;
 2) Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat;
 3) Penguasaan ilmu;
4) Ketrampilan bekerja dalam masyarakat.
     Kemudian secara rinci dijelaskan dalam Standar Kompetensi Mata Pelajaran PAI SMP dan MTs, bahwa tujuan Pendidikan agama Islam di SMP/MTs bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT serta berahklak mulia dalam kehidupan pribadi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3.    Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Zakiah Daradjat (1995:174) mengatakan sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a.    Menanamtumbuhkan rasa keimanan yang kuat,
b.     Menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia,
c.    Menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.
Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga
b.    Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional
c.    Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
d.   Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan ajaran Islam, menjalankan ibadah dan berbuat baik.
Disamping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal yang sangat perlu di ingatkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.
4.    Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan  hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Pengajaran agama Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama (madrasah), baik negeri atau swasta. Seluruh pengajaran yang diberikan di sekolah/madarasah diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok mata pelajaran yang disebut bidang studi (broadfields) dan dilaksanakan melalui sistem kelas.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah :
a.         Pengajaran keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.

b.        Pengajaran akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.

c.    Pengajaran ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
d.   Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar’i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
e.    Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
f.     Pengajaran sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.
Hal tersebut merupakan perwujudan dari keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya.
5.    Struktur Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester. Struktur kurikulum juga gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai posisi seorang siswa dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau jenjang pendidikan. Dalam struktur kurikulum menggambarkan ide kurikulum mengenai posisi belajar seorang siswa yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam struktur ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan berbagai pilihan.
Struktur Kurikulum SMP/MTs adalah sebagai berikut:
Keterangan: Mata pelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah. Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler SMP/MTs antara lain Pramuka (Wajib), Organisasi Siswa Intrasekolah, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja.
Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, dan Prakarya adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada satuan pendidikan tersebut. Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ilmu Pengetahuan Alam juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada satuan pendidikan itu. Prakarya terdiri atas empat aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan itu.
Adapun Beban belajar di SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP/MTs adalah 40 menit. Dalam struktur kurikulum SMP/MTs ada penambahan jam belajar per minggu dari semula 32, 32, dan 32 menjadi 38, 38 dan 38 untuk masing-masing kelas VII, VIII, dan IX. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar di SMP/MTs tetap yaitu 40 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan pengamatan, menanya, asosiasi, menyaji, dan komunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa. Selain itu, bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil belajar.
Kurikulum pendidikan agama Islam berarti seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu siswa dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dan atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam.
Menganalisis isi kurikulum PAI khususnya pendidikan agama Islam di tingkat SMP yang tercantum dalam GBPP 1994 terdapat beberapa kritik antara lain :
a.    GBPP PAI terlalu pada misi, ini terlihat dari sejumlah fungsi dan tujuan yang diharapkan siswa setelah belajar PAI;
b.    Padat materi yaitu materi PAI yang terdiri dari tujuh unsur poko yakni keimanan, ibadah, quran, akhlak, muamalah, syariah dan tarikh yang diajarkan secara terpisah menyebabkan materinya padat, sementara alokasi waktunya terbatas;
c.    Berorientasi kuat pada domain kognitif ini terutama dilihat dari segi tujuan setiap pokok bahasan serta alat evaluasi yang digunakan.
Sedangkan pada proses pelaksanaan kurikulum PAI terlihat ada kesenjangan antara konsep kurikulum dengan pelaksanaan kurikulum PAI 1994, ini terlihat pada tujuan umum PAI yang lebih berorientasi pada pengembangan sikap dan kemampuan keberagamaan, tetapi dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek kognitif, yakni pembelajaran lebih bersifat verbalistis dan formalistis; metodologi pembelajaran masih bersifat konvesnsional.
Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konsteks sosial budaya sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian; Sistem evaluasi, bentuk soal ujian agama Islam menunjukkan prioritas pada kognitif, dan jarang pertanyaannya mempunyai bobot nilai dan makna spiritual keagamaan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
C.  Penerapan Metode Cooperative Learning
1.    Kerjasama Belajar Siswa
Sebagai orang yang professional, seorang guru haruslah mempunyai strategi atau teknik dalam proses belajar mengajar, agar materi yang akan disampaikan dapat diserap dan dicerna dengan mudah oleh siswanya. Teknik tersebut tentunya harus sesuai dengan karakteristik siswa, sesama rekan guru, dan atasan dengan pengetahuan tentang teori dan penelitian yang berhubungan dengan pengajaran dibidangnya. Guru bisa memilih dan memodifikasi teknik-teknik yang ada dalam metode pembelajaran.
Dalam pembelajaran metode Cooperative Learning terdapat beberapa teknik yang harus diterapkan agar memperoleh hasil yang optimal, menurut Anita Lie (2002 : 54) ada beberapa teknik dalam pembelajaran Cooperative Learning. antara lain :
a.    Mencari Pasangan
Teknik ini dikembangkan oleh Corna Curran (1994). Bahwa keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenal suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
b.     Bertukar Pasangan
Teknik ini dapat memberi kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran.
c.    Berfikir Berpasangan Berempat
Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri atau bekerja dengan orang lain serta optimalisasi partisipasi siswa.
d.   Berkirim Salam Dan Soal
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehingga akan meras lebih terdorong belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman sekelasnya.
e.    Keliling Kelompok
Teknik ini akan bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan ini masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain.
f.     Kancing Gemerincing
Teknik belajar ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam semua tingkatan usia anak didik. Dan dalam teknik ini, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain.

g.    Keliling Kelas
Dalam teknik ini, masing-masing kelompok dapat memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja kelompok.
h.    Lingkaran Kecil Dan Lingkaran Besar
Teknik ini memberikan kesempatan pada siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Bahkan pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan informasi antar siswa.
i.      Jigsaw
Teknik ini dikembangkan oleh Aronson Etal sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini bisa digunakan dalam pembelajran membaca menulis, mendengarkan ataupun berbicara seperti mata pelajaran agama. Dan dalam teknik ini. Guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman. Sedangkan siswa dapat membantu temannya yang lain untuk mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.
j.      Bercerita Berpasangan
Teknik ini dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antar siswa, pengajar dan mata pelajaran (Anita Lie 2002 : 70). Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran. Dan dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran akan lebih bermakna.

2.    Pengertian Hasil Belajar
Prestasi adalah hasil yang dicapai, sedangkan belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik.
Slameto (1984: 8) mendefinisikan prestasi sebagai bukti keberhasilan suatu usaha yang dapat dicapai oleh seseorang. Jadi yang dimaksud prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan serangkaian aktivitas belajar yang berupa perubahan tingkah laku baik berupa kognitif, psikomotorik maupun afektif yang bisa dilihat dari prestasi belajar di sekolah (Barlow, 1985:44 dalam Syah, 1995:54).
Bahkan untuk bisa disebut sebagai hasil belajar seseorang harus mempunyai syarat-syarat tertentu sebagaimana disebutkan oleh Cronbach Yaotu, adanya pencapaian tujuan tertentu dalam belajar merupakan buah dari proses kegiatan yang disadari, sebagai hasil latihan atau uji coba yang disengaja, merupakan tindak tanduk yang berfungsi aktif dalam kurun waktu tertentu dan berfungsi positif bagi pengembangan tindak tanduk lainnya (Dimyati dan Mudjiono, 1999:72).
Namun demikian seseorang yang sedang belajar kadang-kadang mengalami kesulitan belajar. Ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan yang dimilikinya. Kesulitan belajar itulah yang dapat menyebabkan suatu kegagalan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah segala wujud hasil belajar yang ditandai dengan adanya perubahan prilaku dalam diri, baik secara kognitif, psikomotorik dan afektif.
3.  Prinsip-prinsip Belajar
Menurut Muhaimin dkk (1996:47), ada beberapa prinsip belajar antara lain: Belajar sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku. Tidak setiap perubahan tingkah kalu merupakan perubahan dalam arti belajar. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah:
a.       Perubahan disadari
Ini berarti bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu, atau sekurang kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
b.      Perubahan bersifat kontinyu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan maupun proses belajar berikutnya.
c.       Perubahan bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan – perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Makin banyak usaha belajar yang dilakukan makin banyak perubahan yang di peroleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
d.      Perubahan bukan bersifat temporer
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang jika terus digunakan.
e.       Perubahan bertujuan dan terarah
Perubahan tingkah laku terjadi karena adanya sebuah tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
4.      Tujuan Belajar
       Tujuan belajar dalam proses belajar mengajar secara umum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a.         Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai oleh kemampuan berfikir siswa. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berfikir adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, begitu pula sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
b.      Penanaman konsep dan ketrampilan
Penanaman konsep juga memerlukan suatu ketrampilan baik ketrampilan jasmani maupun rohani. Ketrampilan jasmani adalah ketrampilan yang dapat dilihat dan diamati yang menitik beratkan pada kemampuan gerak penampilan dari anggota tubuh. Sedangkan ketrampilan rohani lebih rumit karena lebih abstrak, yaitu menyangkut persoalan penghayatan dan ketrampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah.
c.       Pembentukan sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, prilaku dan pribadi siswa, guru harus lebih bijak dan hati – hati dalam pendekatannya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Oleh karena itu guru tidak hanya sekedar sebagai “pengajar”, akan tetapi betul – betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai – nilai kepada siswa ( Sardiman, 1994: 28-29 ).
Melihat uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari belajar disini adalah suatu usaha untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan, dan penanaman sikap mental atau nilai – nilai. Pencapaian tujuan belajar, akan menghasilkan hasil belajar atau prestasi belajar yang nantinya diharapkan dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari – hari siswa.
5.      Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar
Faktor – faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a.       Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu. Faktor intern ini dapat digolongkan menjadi tiga faktor yaitu:
1)   Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah adalah faktor individu yang berhubungan dengan jasmani atau tubuh siswa, seperti faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh. Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar seseorang, proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu pula. Sama halnya dengan seseorang yang menderita cacat tubuh, hal ini juga sangat mempengaruhi belajarnya. Apabila terjadidemikian hendaknya siswa tersebut belajar pada lembaga pendidikan khusus yang sesuai dengan jenis penyakitnya.
2)   Faktor Psikologis
Ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar siswa, diantaranya :
(a)      Intelegensi, yaitu kecakapan atau kemampuan yang telah dimiliki siswa. Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi rendah.
(b)      Perhatian, yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itu semata-mata tertuju pada satu obyek atau sekumpulan obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baikm naka siswa harus mempunyai perhatian yang tinggi terhadap materi yang dipelajarinya.
(c)      Minat, yaitu kecenderungan yang tetap untuk memperhastikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena jika bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya karena tidak ada daya tarik baginya.
(d)      Bakat, adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata setelah siswa belajar atau berlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa  sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan baik karena ia senang belajar.
(e)      Motivasi, Motivasi disini erat hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya usaha atau berbuat dari seorang siswa dan yang menjadi sebab munculnya usaha atau berbuat itu adalah motivasi siswa itu sendiri untuk menyelesaikan masalah atau problem yang dihadapi dalam proses belajar.
(f)       Kematangan, yaitu suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan siswa, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Siswa yang sudah siap (matang) belum dapat menyelesaikan kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan jauh lebih baik jika siswa sudah siap (matang).
(g)      Kesiapan, yaitu kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini berhubungan dengan kematangan. Jika siswa dalam belajar sudah memiliki kesiapan, maka hasil belajarnya akan baik.
3)        Faktor Kelelahan
Kelelahan sangat mempengaruhi belajar seseorang. Seperti, kelelahan jasmani yang terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kemudian kelelahan rohani yang dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat untuk menghasilkan atau menyelesaikan sesuatu hilang.
b.      Faktor ekstern
Faktor ekstern ini dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
1.        Faktor Keluarga
Peran keluarga sangat besar pengaruhnya dalam belajar dan hasil belajar siswa. Seperti cara orang tua mendidik, hal ini sangat berpengartuh terhadap minat dan hasdil belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga erat kaitannya dengan cara orangtua mendidik anak dalam keluarga. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih saying serta bimbingan yang baik dari orang tua kepada anakknya. Selain itu faktor keluarga yang lain meliputi suasana atau situasi keadaan rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.
2.        Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi proses belajar anak meliputi :
a)    Metode mengajar yang diterapkan guru dalam pembelajaran disekolah. Metode yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Untuk itu guru perlu mempersiapkan metode yang cocok dan sesuai dengan karakter atau pribadi siswa.
b)   Relasi antara Guru dengan siswa. Relasi yang baik anatara guru dan siswa ataupun sebaliknya sangat berpengaruh terhadap minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran disekolah.
c)    Relasi siswa dengan siswa. Menjalin relasi yang baik diantara siswa sangatlah diperlukan agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
d)   Disiplin sekolah. Dalam hal ini agar siswa dapat belajar lebih maju dan disiplin dalam belajar baik di sekolah, di rumah, dan diperpustakaan, haruslah ghuru dan staf yang lain juga harus disiplin.
e)    Alat atau media pembelajaran. Media yang memadai sangat berpengaruh dengan kelancaran proses belajar siswa baik disekolah maupun di rumah.
f)    Waktu sekolah, maksudnya adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah. Waktu sekolah ataupun jam pelajaran harus disesuaikan dengan kondisi psikologi siswa karena hal ini berpengaruh terhadap kondisi siswa dalam belajar.
g)   Tugas Rumah. Tugas atau pekerjaan rumah yang terlalu banyak sangat membebani siswa, hal ini akan mengakibatkan kejenuhan karena anak tidak mempunyai waktu lagi untuk beristirahat maupun bermain.
3.        Faktor Masyarakat
Masyarakat juga salah satu faktor ekstern yang berpengaruh dalam belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam mastarakat, misalnya kegiatan siswa di dalam masyarakat, masmedia, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat di sekitar tempat tinggal siswa (Slameto, 1991:56-74)
4.        Belajar yang efektif
Dalam belajar ada cara-cara yang efisien dan tidak efisien. Banyak siswa yang gagal dan tidak mendapatkan hasil yang baik dalam pelajarannya karena mereka tidak mengetahui cara-cara belajar yang efektif. Kebanyakan dari mereka hanya mencoba mengahafal pelajaran yang mereka terima dari guru tanpa menghiraukan maksud dan tujuan dari materi yang mereka pelajari.  Metode belajar juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan belajar siswa. Salah satu metode belajar yang efektif dan baik untuk diterapkan dalam kegiatan belajar siswa diantaranya :
a.       Pembuatan jadwal dan pelaksanaannya
Pembuatan jadwal belajar sangat diperlukan oleh siswa untuk membagi waktu belajarnya dengan kegiatan yang lain. Pembuatan jadwal juga harus dilaksanakan sesuai dengan waktiu yang telah direncanakan. Dengan pembuatan jadwal, waktu belajar siswa tidak akan habis terbuang karena sibuk dengan kegiatan yang lain semisal bermain. Oleh karena itu pembuatan jadwal belajar sangat diperlukan oleh siswa agar waktu belajarnya dapat terkontrol.
b.      Membaca dan membuat catatan
Membaca besar pengaruhnya terhadap belajar. Hampir sebagian besar kegiatan belajar adalah membaca. Agar siswa dapat membaca dengan efisien perlulah memiliki kebiasaan-kebiasaan membaca yang baik seperti memperhatikan kegiatan membaca, ada jadwal, membuat tanda-tanda atau catatan, memanfaatkan perpustakaan, membaca sungguh-sungguh bulu mata pelajaran sampai menguasai isinya dan membaca denghan konsentrasi penuh.
c.       Mengulangi bahan pelajaran
Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar karena dengan adanya pengulangan (review) “ Bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan” akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Casra ini dapat ditempuh dengan membuat ringkasan, kemudian untuk mengulang cukup belajar dari ringkasan atau dari mempelajari soal jawab yang pernah dibuatnya.
d.      Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan fikiran terhadap suatu hal dengan mengkesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar konsentrasi berarti pemiusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran.






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.  Metode dan Teknik Penelitian
1.    Metode Deskriptif
Metode deskriptif yaitu metode yang dilakukan melalui penelitian analisis data yang berupa kata - kata, gambar, dan bukan angka-angka. Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi (gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki. Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada di lapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil observasi yang dilakukan.
2.    Teknik Pengumpulan data
a.    Observasi
Sering sekali orang mengartikan observasi sebagai aktifitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Didalam pengertian psikologi, observasi atau disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.
Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Apa yang dilakukan ini sebenarnya adalah pengamatan langsung. Di dalam artian penelitian observasi dapat dilakukan dengan rekaman gambar, rekaman suara, dokumentasi. Seperti yang dijelaskan Marzuki metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki.
Metode ini sangat tepat untuk mengetahui obyek secara langsung tentang suatu peristiwa, kejadian maupun masalah yang sedang terjadi dilapangan penelitian. Dalam hal ini metode observasi digunakan untuk memperoleh data lengkap mengenai kondisi umum, lingkungan sekolah, kegiatan proses belajar mengajar, keadaan fasilitas belajar, kurikulum pembelajaran, metode pengajaran maupun kondisi belajar siswa.
Jadi dengan menggunakan model ini berarti peneliti dapat melakukan pengamatan langsung terhadap kancah penelitian dan sebagai obyek penelitian, terutama mengenai upaya meningkatkan akhlak siswa SMPN 1 Haurwangi
b.    Wawancara (Interview)
Interview sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Metode interview yaitu merupakan suatu proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara pisik, yang satu dapat melihat muka yang lain, mendengar dengan telinganya sendiri.
suara adalah alat kesimpulan informasi yang langsung tentang beberapa jenis data sosial, baik yang terpendam (tercatat) atau interast. Jadi dalam penelitian ini, sesuai dengan metode ini dalam mengumpulkan informasi juga melalui cara wawancara dengan pihak-pihak tertentu yang dapat memberikan informasi yang valid dan komplit adapun pihak tersebut adalah  Guru Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Haurwangi
c.    Dokumentasi
Dekumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dekumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.
B.  Populasi dan Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang lebih jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk melakukan penelitian observasi. Untuk memudahkan proses pengumpulan data terkait dengan masalah penelitian, maka penting ditentukan populasi dan sampel sebagai berikut:
1.    Populasi
Menurut Warsito (1992:49) populasi yaitu sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan analisis. Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi.
 Sedangkan pengertian populasi menurut Kountur (2007:145) adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti, objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain.
Populasi yang akan dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMPN 1 Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur tahun pelajaran 2014-2015 yang berjumlah 342 orang.
2.    Sampel
Sampel adalah contoh ataupun sebagian dari seluruh individu yang menjadi obyek penelitian. Tujuan adanya penentuan sampel adalah untuk memperoleh keterangan mengenai obyek penelitian dengan cara mengamati hanya sebagian dari populasi , suatu reduksi terhadap jumlah obyek penelitian.
Namun pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif deskriptif, maka penggunaan sampel yang dimaksudkan adalah untuk menentukan banyaknya informan yang akan diwawancara.
Pada penelitian ini penulis menggunakan Sampel Skuensial pengamatan yaitu peneliti mengamati individu seorang demi seorang dari populasi dari satu kelas. Dan apabila subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil keseluruhan, yang selanjutnya jika subyek besar dapat diambil antara 10 sampai 15 % atau 20 hingga 25% atau lebih.
Sample dalam penelitian ini adalah 25% dari jumlah populasi. Berdasarkan kriteria penetuan sampel diatas, maka dalam penelitian digunakan sampel sebesar 10% dari populasi yang ada.
Dengan demikian maka jumlah sampel yang digunakan adalah 34 orang. Untuk lebih jelasnya dibawah ini ditabulasikan populasi dan sampel sebagai berikut :


No
Kelas
Jumlah
1
3A
38
2
3B
38
3
3C
38
4
3D
38
5
3E
38
6
3F
38
7
3G
38
8
3H
38
9
3I
38
Jumlah Populasi
342

Tabel 1 : Jumlah Populasi

C.  Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut penelitian.Manusia merupakan instrumen dari penelitian, maksudnya kedudukan manusia dalam penelitian kualitatif sangat rumit. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya ia menjadi pelopor hasil penelitianya. Pengertian instrumen atau alat peneliti di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
a.    Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
b.    Lembar Observasi
Lembar observasi di sini digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan pengamatan di dalam kelas. Dari situlah peneliti bisa mengetahui gambaran aktifitas siswa dan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.. Lembar observasi ini terbagi menjadi 2 jenis, yaitu lembar observasi siswa dan lembar observasi aktifitas pembelajaran/ guru.
c.    Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur ini diberikan kepada siswa tertentu serta guru Pendidikan Agama Islam (PAI)  yang isinya berupa pertanyaan seputar kondisi akhlak siswa di SMPN 1 Haurwangi khususnya kelas 3 . Wawancara ini dilakukan setelah jam pelajaran usai atau di luar jam pelajaran. Pada kegiatan ini peneliti mewawancarai bapak Suyono M.Pd selaku kepala SMP, Bapak Mursyid S.Pd.I selaku guru Pendidikan Agama Islam , dan 10 orang siswa.
d.   Catatan Lapangan
Yang dimaksud dengan catatan lapangan di sini adalah catatan rinci tentang keadaan yang terjadi selama berlangsungnya penelitian. Catatan ini  diperoleh dari apa yang didengar, dilihat, dialami serta dipikirkan oleh peneliti.
e.     Dokumentasi
Melalui dokumentasi ini peneliti bisa mengetahui berita, data-data terkait dengan siswa seperti nilai, dan juga berupa foto untuk menggambarkan secara visual kondisi pembelajaran yang sedang berlangsung.
D.  Analisis Data Penelitian
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Pengklasifikasian materi (data) penelitian yang telah terkumpul kedalam satuan-satuan, elemen-elemen atau unit-unit. Data yang diperoleh disusun dalam satuan-satuan yang teratur dengan cara meringkas dan memilih mencari sesuai tipe, kelas, urutan, pola atau nilai yang ada.
Seluruh data dari informan, baik melalui observasi, interview, maupun dokumentasi dicatat secermat mungkin dan dikumpulkan menjadi suatu catatan lapangan atau field notes. Semua data itu kemudian dianalisis secara kualitatif.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah menyusun dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data, dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan metode tertentu.
Analisis data kualitatif ini digunakan cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum yang didapat dari fakta-fakta yang khusus, seperti pengambilan kesimpulan dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.
1.    Tahap pra lapangan
a.    Memilih lapangan, dengan pertimbangan bahwa SMPN 1 Haurwagi adalah objek yang tepat
b.   Mengurus perizinan, secara formal (ke pihak sekolah)
c.    Melakukan perjajakan lapangan, dalam langkah penyesuaian dengan   SMPN 1  Haurwangi selaku obyek penelitian.
2.     Tahap pekerjaan lapangan
a.    Mengadakan observasi langsung ke SMPN 1 Haurwangi terhadap Penerapan Metode Cooperative Learning dalam Mata pelajaran pendidikan agama islam, dengan melibatkan beberapa informan untuk memperoleh data.
b.   Memasuki lapangan, dengan mengamati berbagai fenomena proses pembelajaran dan wawancara dengan beberapa pihak yang bersangkutan.
c.    Berperan serta sambil mengumpulkan data
3.    Penyusunan laporan penelitian berdasarkan hasil data yang diperoleh.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A.  Hasil Penelitian
1.    Penerapan metode Cooperative learning pada mata pelajaran PAI
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti. Cooperative learning dipakai oleh guru di SMPN 1 Haurwangi sebagai strategi dalam mengadakan pembelajaran yang menekankan siswa untuk belajar melalui kelompok belajar. Hal ini dimaksudkan agar siswa bekerja sama untuk memahami materi pelajaran. Dengan keadaan seperti ini rasa kebersamaan dan kekeluargaan siswa sangat erat. Adapun penerapan Cooperative learning di SMPN 1 Haurwangi adalah sebagai berikut :
   Menurut Bapak Mursyid S S.Pd.I selaku Guru Pendidikan Agama Islam Metode Cooperative learning Metode yang digunakan adalah metode Jigsaw yang merupakan pembelajaran Cooperative learning  metode yang di desain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran sendiri dan orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi juga harus siap mengajarkan materi tersebut kepada temannya
a.    Teknik Penataan Ruang di SMPN 1 Haurwangi
Pelaksanaan pembelajaran PAI sering dilakukan di luar kelas. Misalnya di aula maupun di ruang audio visual. Guru melaksanakan pembelajaran di luar kelas dengan beberapa alasan. Pertama, supaya pembelajaran tidak terkesan monoton. Kedua, kaitannya dengan pembelajaran cooperative learning, maka dibutuhkan ruang yang luas. Hal ini disebabkan karena dalam penerapan cooperative learning ini, siswa tidak hanya diam dan pasif menunggu informasi dari guru, akan tetapi siswa dapat belajar dari berbagai sumber. Ketiga, memudahkan siswa untuk bergerak dalam rangka bekerja sama dengan temannya.
Teknik penataan ruang di SMPN 1 Haurwangi dilakukan oleh siswa. Guru hanya memerintahkan siswa untuk duduk sesuai dengan kelompoknya tanpa memerintahkan untuk membentuk model penataan ruang yang ada pada Cooperative learning. Penataan meja, kursi, dan papan tulis kurang mendapat perhatian. Penataan ruang juga ditentukan oleh siswa. Dengan demikian siswa berkelompok dengan berbagai bentuk Misalnya ada kelompok yang melingkar, ada kelompok yang membentuk letter U tetapi berada di samping papan tulis, kemudian jarak antara kelompok 1 dengan yang lain juga terlalu dekat. Hal ini mengakibatkan ketika ada siswa yang bertanya atau menyanggah, ada kelompok yang kurang jelas dalam melihat dan mendengar karena terhalang oleh kelompok lain. Demikian juga ketika guru mengoreksi dan membuat kesimpulan, ada kelompok yang kurang jelas dalam melihat guru dan papan tulis.
b.    Teknik Pengelompokan Cooperative Learning di SMPN 1 Haurwangi
Teknik pengelompokan di SMPN 1 Haurwangi bersifat homogen jika dilihat dari segi jenis kelamin dan agama. Walaupun teknik pengelompokan di SMPN 1 Haurwangi bersifat homogen dalam segi agama dan gender, namun di SMP ini tetap menggunakan pengelompokan yang bersifat heterogen karena hal ini merupakan ciri khas dari cooperative learning.
Akan tetapi heterogenitas tersebut dilihat dari segi keaktifan siswa dalam pembelajaran, maupun tingkat kemampuan siswa dalam belajar. Jadi, dalam satu kelompok belajar terdiri dari siswa yang pandai, sedang maupun kurang dari segi kemampuan intelektualnya. Pengelompokan siswa di SMPN 1 Haurwangi menganut system pengelompokan yang bersifat formal dan informal. Pengelompokan informal berarti pengelompokan yang diadakan dalam jangka waktu satu periode pengajaran. Pengelompokan tersebut bertujuan untuk membantu siswa agar lebih mendalami dan memahami materi yang diajarkan. Sedangkan pengelompokan formal berarti pengelompokan yang digunakan dalam jangka waktu beberapa hari.
Artinya, dalam satu pokok bahasan yang terdiri dari beberapa pertemuan. Tujuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam memahami pelajaran. Teknik pengelompokan di SMPN 1 Haurwangi ditentukan oleh guru. Hal ini dikarenakan guru dianggap lebih tahu kondisi siswa baik yang menyangkut karakter siswa maupun kemampuan siswa dalam memahami materi. Ada beberapa alasan guru yang menentukan kelompok. Pertama, supaya tidak terjadi gep yang nantinya bisa menimbulkan permusuhan. Kedua, supaya tidak terjadi kebosanan siswa dalam kelompok. Ketiga, melatih siswa untuk bekerja sama kepada siapa saja dan bisa belajar memahami karakter semua siswa.
c.    Metode Cooperative Learning di SMPN 1 Haurwangi
Dalam menerapkan Cooperative learning, guru perlu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang. Guru harus tahu dan paham betul baik dan buruk suatu metode yang akan digunakan. Untuk itu, perlu dipikirkan mulai dari persiapan berbentuk tertulis maupun persiapan yang tidak tertulis sampai ke persiapan metode. Persiapan guru yang tidak tertulis meliputi penguasaan bahan, persiapan mental dan sebagainya. Sedangkan persiapan yang tertulis diantaranya:
1)   Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang memuat skenario pembelajaran yang sesuai dengan metode yang digunakan untuk menyampaikan materi.
2)    Mempersiapkan materi / bahan ajar dalam bentuk segmentasi / tugas yang disesuaikan dengan silabus. Beliau memilih bahan ajar yang bisa didiskusikan maupun tidak, mempertimbangkan dengan metode dalam cooperative learning yang lain.
3)   Persiapan sarana dan prasarana yang bisa menunjang pembelajaran PAI  yang sesuai dengan materi. Dalam hal ini media yang digunakan untuk menyampaikan materi.
4)   Pembagian kelompok. Pembagian kelompok di sini meliputi kelompok formal yang tugasnya diselesaikan oleh kelompok dalam beberapa hari dan kelompok informal yang digunakan dalam satu periode pelajaran untuk memahami materi pelajaran.
Selanjutnya untuk untuk penerapan metode-metode cooperative learning adalah sebagai berikut : Jigsaw
  Jigsaw merupakan pembelajaran Cooperative learning yang di desain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran sendiri dan orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi juga harus siap mengajarkan materi tersebut kepada temannya. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, jigsaw ini digunakan untuk mempelajari ayat-ayat al-Qur'an tentang dermawan yaitu surat al-Baqoroh ayat 262-265. Adapun persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut:
1)   Guru memilih materi yang bisa di segmentasikan (dapat dibagi dalam beberapa bagian).
a)    Guru menjelaskan sistem kerja.
b)   Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari segmen materi yang dibagikan oleh guru.
Pelaksanaan yang dilakukan guru dalam menerapkan jigsaw sebagai berikut:
a)    Guru membagi materi kepada setiap kelompok untuk ditelaah dan dipelajari.
b)   Setiap kelompok mempelajari satu ayat. Dengan begitu setiap kelompok mempelajari hal yang berbeda.
c)    Setiap anggota kelompok mendapat tugas yang berbeda. Ada yang mempelajari tafsir, tajwid, dan mufrodat.
d)   Siswa belajar secara mandiri sesuai dengan tugasnya dalam kelompok.
e)    Setelah mempelajari secara mandiri, siswa yang mendapat tugas tafsir pada kelompok 1 segmen 262 bertukar tempat dengan siswa yang mempelajari tafsir pada kelompok 2 segmen 263. hal ini berlaku pada kelompok 3 dan 4.
f)    Setelah terjadi pertukaran kelompok, siswa yang mempelajari tafsir pada kelompok 1, yang dulunya di kelompok 2 berpindah ke kelompok 3. Kelompok 3 yang dulunya di kelompok 4 pindah ke kelompok 1. hal ini juga berlaku bagi kelompok 2 dan 4.
g)   Hal serupa dilakukan oleh siswa yang mempelajari tajwid maupun mufradat pada tiap-tiap segment.
h)    Pada kelompok tersebut, siswa melakukan tanggung jawabnya yaitu mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada rekannya. Siswa yang lain menanggapi dan bertanya bila tidak paham. Disinilah terjadi sharing antar teman, mereka mengungkapkan ide masing masing.
i)     Guru memantau proses belajar mengajar dan memberikan motivasi dengan cara memberi rangsangan supaya siswa ikut berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar.
j)     Guru membimbing siswa untuk menyiapkan hasil dari belajar menggunakan jigsaw.
k)   Guru mengevaluasi dengan cara membuat kuis.
2)   Tutor sebaya
Tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan pendekatan kooperatif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina diantara siswa melalui kerja sama. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, metode ini digunakan untuk membaca, menulis, dan menghafal ayat-ayat al-Qur'an yang terkait dengan materi pelajaran. Adapun persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut:
a)    Guru membentuk beberapa kelompok secara heterogen dengan menyebar siswa yang berkemampuan tinggi dalam setiap kelompok.
b)   Guru menunjuk 1 siswa yang berkemampuan akademik tinggi untuk menjadi tutor kepada temannya.
Adapun pelaksanaan dari metode ini sebagai berikut:
1)   Setelah terbentuk kelompok-kelompok kecil dengan 1 tutor, siswa melakukan pembelajaran. Tutor membaca al-Qur'an dan seluruh anggota menyimaknya. Kemudian sebaliknya, semua anggota kelompok membaca al-Qur'an tutor menyimak.
2)   Setelah semua anggota bisa membaca dengan baik dan benar, semua siswa wajib menghafal ayat tersebut secara lancar.
3)   Guru memantau proses pembelajaran yang dilakukan oleh tutor.
4)   Seluruh anggota kelompok maju untuk menyetorkan hafalan. Apabila ada satu orang saja dari anggota kelompok yang tidak hafal, maka nilai kelompok pun jelek.
5)   Guru mengadakan evaluasi dengan cara mengecek hafalan siswa. Di kelas yang berbeda, tutor sebaya juga diterapkan untuk mempelajari qolqolah. Pada pembelajaran ini, yang menjadi titik tekan pemahaman tentang konsep dan pengaplikasiannya. Untuk itu, cara yang dilakukan guru pun berbeda. Walaupun sama-sama menggunakan teknik tutor sebaya.
Persiapan yang dilakukan oleh guru sebagai berikut:
a)    Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok secara heterogen.
b)   Setiap kelompok mempunyai 1 tutor yang diberi tanggung jawab untuk mengajarkan kepada teman-temannya.
c)    Tutor melaksanakan pembelajaran bersama (Peer Teaching) mulai dari huruf-huruf qolqolah, pembagian dan cara membacanya.
d)   Sebelum bertanya kepada guru, siswa yang tidak paham bertanya kepada tutor, sehingga terjadi sharing antar siswa.
e)    Guru memantau PBM yang dilakukan oleh siswa dan memotivasi siswa.
f)    Untuk mengetahui hasil yang diajarkan tutor, ke empat tutor maju ke depan untuk menjelaskan kepada semua siswa.
g)   Siswa yang belum paham, juga diperkenankan bertanya.
h)   Untuk mengevaluasi / mengoreksi pengajaran yang dilakukan tutor, guru menayangkan VCD yang membahas qolqolah. Hal ini dimaksudkan untuk mengoreksi hasil keterangan tutor, selain itu untuk memperjelas pemahaman tentang qolqolah.
i)     Setelah selesai, guru membimbing siswa untuk mengambil kesimpulan.
j)     Guru mengadakan evaluasi individu melalui kuis.
3)   Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan metode cooperative learning yang paling tua. Metode ini akan berjalan dengan baik apabila terjalin hubungan kerja sama diantara siswa dalam kelompok. Dari hasil temuan, metode ini digunakan dalam pembelajaran PAI pada pokok bahasan surat an-Nur ayat 21 yang membahas tentang syaitan sebagai musuh manusia. Guru membagi siswa dalam kelompok untuk membaca berita kriminal yang ada pada surat kabar yang sudah disiapkan.
Persiapan yang dilakukan oleh guru diantaranya sebagai berikut:
a)    Guru menentukan tema atau pokok bahasan yang cocok untuk didiskusikan.
b)   Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok.
Adapun pelaksanaan metode diskusi kelompok sebagai berikut:
a)    Guru memberi tugas untuk didiskusikan pada kelompok dengan mempelajari berita yang berbeda dari surat kabar yang sudah dipotong - potong / disiapkan.
b)   Setiap kelompok berbagi peran (ketua, sekretaris, juru bicara dan anggota).
c)    Siswa berdiskusi dengan menyampaikan ide / pokok pikiran masingmasing.
d)   Guru memantau diskusi kelompok sebagai bahan evaluasi kelompok.
e)    Setelah diskusi kelompok selesai, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi.
f)    Guru memotivasi siswa dengan memberi rangsangan / stimulus agar siswa berpartisipasi aktif dalam diskusi kelompok maupun antar kelompok.
g)   Guru sebagai fasilitator, menengahi perdebatan dan mengambil benang merah dalam setiap presentasi kelompok.
h)   Guru mencatat ide dan saran dari setiap siswa dan menghargai pendapat yang di ajukan masing-masing siswa.
i)      Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan akhir.
j)     Sebelum pelajaran di akhiri guru melaksanakan tugasnya sebagai evaluator dengan cara membuat penilaian terhadap penerapan diskusi kelompok tersebut baik secara kelompok maupun individual.
k)   Kelompok yang tampil dengan baik mendapat penghargaan yang berupa pemberian bintang.
2.    Manfaat metode Cooperative learning
Dari hasil observasi yang penulis lakukan maka diperoleh manfaat metode cooperative learning dalam mata pelajaran PAI adalah sebagai berikut :
a.       Meningkatkan kepekaan dan kesetikawanan sosial.
b.      Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
c.       Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama.
d.      Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,  keterampilan, informasi  dan perilaku sosial.
e.       Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial.
f.       Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai aspek.
g.      Meningkatkan kesediaan untuk menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
h.      Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, kelas sosial, ras, agama, dan orientasi tugas.
i.        Meningkatkan motivasi yang lebih besar karena tangung jawab bersama

B.  Pembahasan Hasil Penelitian
1.    Proses penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran PAI
Berdasarkan dari data-data yang telah disampikan pada bab sebelumnya, dapat di katakan bahwa SMPN 1 Haurwangi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang merespon / tanggap dalam menghadapi perkembangan jaman. Hal ini terbukti dari beberapa hal yang di antaranya guru dituntut untuk mampu berkreasi dan memiliki kemampuan dalam mengunakan berbagai metode pembelajaran.
Selain itu, guru juga dituntut untuk dapat menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif serta dapat memotivasi siswa dalam belajar mengajar yang pada akhirnya akan berdampak positif dalam menciptakan prestasi belajar siswa secara optimal. Pembelajaran yang diterapkan di SMPN 1 Haurwangi, menekankan pada pembelajaran yang aktif.
Artinya, guru tidak lagi berperan sebagai satusatunya sumber dalam proses belajar mengajar. Akan tetapi siswa diharapkan mampu untuk melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabnya (belajar) baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Salah satu metode yang diterapkan untuk menumbuhkan semangat belajar siswa ialah dengan menerapkan model cooperative learning.
Cooperative learning merupakan strategi atau pendekatan pembelajaran dalam pendidikan. Strategi ini menekankan individu untuk belajar bekerja-sama dengan rekannya dalam kelompok. Kegiatan ini merupakan suatu proses sosial yang membutuhkan adanya interaksi antar pribadi. Dengan adanya interaksi, akan memudahkan tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Penerapan cooperative learning di SMPN 1 Haurwangi melibatkan penataan ruang, pengelompokan, strategi dan metode cooperative learning, peran dan kedudukan guru, dan evaluasi. Untuk lebih jelasnya penulis paparkan sebagai berikut:
2.    Penataan ruang kelas
Penataan dan pengaturan ruang kelas di SMPN 1 Haurwangi ditentukan oleh siswa. Guru tidak menuntut adanya bentuk / model penataan ruang kelas seperti model letter U atau tapal kuda, lingkaran maupun yang lainnya. Guru memberi kebebasan kepada siswa untuk membentuk dan menata kelompok sendiri. Al-hasil, karena siswa belum mengetahui macam / model penataan ruang yang efektif, siswa hanya berkelompok dalam kelompok masing-masing tanpa memperhatikan model penataan ruang.
Jarak antara kelompok satu dengan yang lain ada yang terlalu dekat, dan ada yang terlalu jauh. Hal ini mengakibatkan jangkauan antara kelompok satu dengan kelompok lain tidak merata, sehingga ketika ada siswa dalam kelompok yang menyanggah atau mengutarakan pendapatnya tidak terlihat dengan jelas karena terhalang oleh kelompok yang lain.
Selain itu juga terdapat kelompok yang membelakangi papan tulis, sehingga ketika guru mengevaluasi hasil kelompok ada siswa yang tidak melihat papan tulis. Menurut penulis, dalam menerapkan cooperative learning, prinsipprinsip dalam penataan ruang perlu untuk diperhatikan. Walaupun tidak ada aturan yang mutlak mengenai penataan ruang yang ideal, akan tetapi banyak pilihan untuk membuat suasana belajar di dalam kelas agar lebih menggairahkan. Penataan dan pengaturan ruang kelas hendaknya memunginkan siswa untuk duduk secara berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa. Misalnya saja dalam penataan meja dan kursi perlu ditata sedemikian rupa, sehingga siswa dapat melihat guru, papan tulis, ataupun rekan - rekannya dengan jelas dan baik. Hal ini bisa didapatkan dengan menggunakan penataan ruang model letter U atau tapal kuda. Selain itu, jangkauan antar kelompok perlu diperhatikan.
Kelompok satu dengan yang lain boleh berdekatan, akan tetapi tidak boleh mengganggu kelompok lain. Untuk itu, seyogyanya guru ikut andil dalam menata ruang kelas serta mengatur siswa dalam kelompok. Hal ini dikarenakan bahwa penataan ruang juga termasuk salah satu tugas dari guru. Sebagaimana yang diutarakan Coni Semiawan bahwa tugas utama guru ialah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi interaksi belajar-mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik dan sungguhsungguh. Salah satunya dalam hal mengatur dan menata ruang kelas.
3.     Pengelompokan siswa
Teknik pengelompokan siswa di SMPN 1 Haurwangi, menggunakan teknik pengelompokan yang bersifat heterogen. Artinya, dalam satu kelompok belajar, terdiri dari beraneka ragam siswa yang memiliki tingkat kecerdasan (pintar, sedang, kurang), juga tingkat keaktifan dalam pembelajaran (aktif, sedang, pasif) yang berbeda. Akan tetapi jika dilihat dari segi gender dan religiusitas, teknik pengelompokannya bersifat homogen. Maksudnya, dalam satu kelompok belajar semua anggota kelompok memiliki agama yang sama dan jenis kelamin yang sama pula (laki - laki semua atau perempuan semua).
Menurut penulis, teknik pengelompokan yang digunakan sudah cukup bagus. Hal ini dilihat dari teknik pengelompokan yang digunakan sudah menggunakan ciri dari cooperative learning, yakni adanya heterogenitas dalam pengelompokan siswa. Walaupun heterogenitas itu hanya dari segi intelektual, maupun dari segi keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Mengenai bentuk pengelompokan, walaupun sudah menggunakan pengelompokan formal dan informal, menurut hemat penulis akan lebih  bagus lagi bila dilengkapi dengan kelompok yang permanen. Kelompok permanen dapat membantu guru dalam mempermudah dan mempersingkat waktu untuk membentuk kelompok. Pengelompokan yang sering berubah akan memakan waktu yang lama, baik untuk persiapan maupun pelaksanaannya, meskipun juga memiliki kelebihan dalam hal member kesempatan siswa untuk berinteraksi kepada siapa saja di dalam kelas.
4.  Metode Cooperative Learning
a. Jigsaw
Dalam penerapan jigsaw, penulis menemukan beberapa perbedaan antara praktek dengan teori yang ada. Walaupun guru dalam menerapkan jigsaw sudah membagi beberapa segmen dan sudah membentuk kelompok asal yang mendapat tugas untuk mempelajari secara mandiri, akan tetapi guru belum membentuk kelompok ahli. Dengan demikan, keterpaduan materi belum ada. Menurut hemat penulis, metode jigsaw akan lebih efektif jika guru membentuk kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok yang beranggotakan beberapa kelompok ahli yang setiap anggotanya mendapatkan tugas untuk mempelajari materi secara mandiri. Kemudian dari beberapa anggota kelompok asal yang berbeda dengan topik yang sama bertemu di kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi secara lebih detail serta membantu satu sama lain. Setelah pembahasan selesai, anggota kelompok kembali lagi ke kelompok asal untuk mengajarkan kepada teman sekelompoknya apa yang telah didapatkan dari kelompok ahli. Untuk lebih jelasnya penulis ilustrasikan sebagai berikut:
Misal A : idghom, B : idzhar, C : ikhfa', D : iqlab
Kelompok Asal (home time)
I
II
A2 B2
C2 D2

A1 B1
C1 D1

A3 B3
C3 D3

A4 B4
C4 D4

III
IV



a.      Diskusi Kelompok
Pada penerapan diskusi kelompok, guru terlebih dulu merumuskan masalah yang terkait dengan pokok bahasan. Penentuan ini dilakukan oleh guru sebelum diskusi kelompok diterapkan. Siswa diberi tugas untuk mencari bahan dan sumber informasi sendiri tentang masalah yang akan dikaji untuk dijadikan sebagai referensi. Dalam penerapan diskusi kelompok, yang sangat menonjol adalah ketrampilan sosial. Siswa diajarkan berkomunikasi dengan baik seperti bagaimana cara berargumen atau berpendapat, menyanggah tanpa menyinggung perasaan orang lain. Bagaimana cara menanggapi pendapat, bagaimana cara mengelola masalah atau konflik serta cara mengambil keputusan bersama.
Di sini peranan cooperative learning sangat dibutuhkan guna membekali siswa dengan berbagai macam keterampilan untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik. Penerapan diskusi kelompok di SMPN 1 Haurwangiyang paling menonjol adalah suasana keterbukaan dan demokrasi yang memberikan kesempatan optimal bagi siswa untuk mengutarakan argumen dan memperoleh informasi yang lebih banyak dari teman - temannya. Dengan keadaan dan kondisi seperti ini guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Siswa tidak merasa takut lagi atau terbayang-bayang dengan keadaan guru sebagai sosok yang maha tahu dan benar. Justru sebaliknya siswa merasa terbuka karena pembelajaran bersifat gotong - royong dan kerja sama pada saat merumuskan masalah maupun merumuskan jawaban terhadap masalah yang terjadi. Jadi, diskusi kelompok merupakan metode pembelajaran cooperative learning karena adanya unsur keterampilan sosial.
1.      Manfaat metode cooperative learning
Dari hasil observasi yang penulis lakukan maka diperoleh manfaat metode cooperative learning dalam mata pelajaran PAI adalah sebagai berikut :


a.       Meningkatkan kepekaan dan kesetikawanan sosial.
b.      Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
c.       Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama.
d.      Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,  keterampilan, informasi  dan perilaku sosial.
e.       Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial.
f.       Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai aspek.
g.      Meningkatkan kesediaan untuk menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
h.      Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, kelas sosial, ras, agama, dan orientasi tugas.
i.        Meningkatkan motivasi yang lebih besar karena tangung jawab bersama.









BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.  Simpulan
Setelah penulis melakukan penelitian mengenai” implementasi cooperative learning dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi deskriptif tentang Pendidikan, mengenai metode, manfaat metode Cooperative Learning di SMPN 1 Haurwangi Cianjur”. Maka penulis dapat simpulkan sebagai berikut :
1.    Penerapan metode Cooperative learning pada mata pelajaran PAI di SMPN 1 Haurwangi sebagai strategi dalam mengadakan pembelajaran yang menekankan siswa untuk belajar melalui kelompok belajar dengan teknik sebagai berikut :
a.         Teknik penataan ruangan di SMPN 1 Haurwangi
b.        Teknik pengelompokan Cooperative Learning
c.         Metode Cooperative Learning
1)        Jigsaw ( tukar delegasi antar kelompok)
2)        Metode tutor sebaya
3)        Metode Diskusi kelompok
2.    Manfaat metode Cooperative Learning dalam mata pelajaran PAI adalah sebagai berikut :
a.       Meningkatkan kepekaan dan kesetikawanan sosial.
b.      Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
c.       Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama.
d.      Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,  keterampilan, informasi  dan perilaku sosial.
e.       Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian sosial.
f.       Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai aspek.
g.      Meningkatkan kesediaan untuk menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
h.      Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, kelas sosial, ras, agama, dan orientasi tugas.
i.        Meningkatkan motivasi yang lebih besar karena tangung jawab bersama
B.  Saran
Setelah penulis melaksanakan penelitian tentang “Implementasi cooperative learning dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi deskriptif tentang Pendidikan,mengenai metode, manfaat metode Cooperative Learning di SMPN 1 Haurwangi Cianjur”, maka diperoleh data yang objektif dan valid. Untuk lebih berhasilnya penerapan metode cooperative Learning , maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1.      Penerapan metode cooperative learning Guru sebaiknya lebih memperhatikan siswa agar sisiwa yang pintar dan belum mengerti tujuanya tidak akan merasa dirugikan karena harus repot-repot membantu temanya. Dan siswa harus mengerti bahwa pemberian nilai oleh guru ditentukan oleh prestasi pencapaian kelompoknya.
2.      Manfaat metode cooperative learning untuk meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan dan meningkatkan nilai nilai social dan saling percaya kepada sesama, meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik tanpa membedakan kemampuan, jenis kelamin, kelas social, ras, agama, kreatif dan mandiri.


















DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar, Mengatasi Kesulitan-Kesulitan dalam Belajar, Bandung:
         Tarsito, 1983.

Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: Rasail
Media Group, 2008.

Lailatun Nazilah” Implementasi Cooperative learning dalam
Pembelajaran PAI di sma negeri 12 semarang, 2011.

Lie, Anita, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, Jakarta:
PT. Grasindo, 2008.

Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam
        Pembelajaran Pendidikan Islam). Surabaya : CV. Citra Media

Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas, Bandung:
         Citra Umbara, 2006.

Syaodih, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
          Rosdakarya, 2007.

Slavin, Robert E, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Penerjemah:
          Lita, Bandung: Nusa Media, 2009.

Solihatin, Etin & Raharja, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran,       
          Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Sudirman, Interaksi Motivasi dan Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
         Persada, 2007.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
         R&D, Bandung: CV. Alfabeta, 2009.

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka
        Cipta, 1987.

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1987.

Triatmojo, Sofyan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, Surakarta:
Nusantara, tt.



DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1.     

3x4
Nama Lengkap             : Ahmad Fariz
2.      Tempat Tanggal Lahir : Cianjur, 13 Juni 1991
3.      Jenis Kelamin              : Laki - Laki
4.    Agama                         : Islam
5.    Status                          : Menikah
6.    Profesi                         : Guru di MTS AL Akhyar
7.    Alamat Rumah            : Jalan Citarum lama Kp. Haurwangi Rt 04/ Rw 02
       Desa. Haurwangi Kec. Haurwangi Kab. Cianjur

A.      KELUARGA
1.      Nama Ayah     : Yayan
2.      Nama Ibu        : Dedoh
3.      Nama Adik     : 1. Ahmad Taufik
  2. Siti Latipah
4.      Nama Istri       : Masyhudah Fitri Tsania
5.      Nama Anak     : Hanif Abqary

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan Formal
a.    TPQ Al-Akhyar Lulus dari tahun  1999 - 2003
b.    SDN Sindangraja III dari tahun 1997 - 2003
c.    MTs Al-Akhyar dari tahun 2003 - 2006
d.   SMKN 1 Cilaku Cianjur dari tahun 2006 - 2009
e.    STAI Siliwangi Bandung dari tahun 2010 - 2015
2. Pendidikan Non Formal
a. Pon-pes Al-Idrus Lulus Tahun 2003

b. Pon-pes Al-Akhyar Lulus Tahun 2009

1 comment:

  1. punten, untuk keperluan studi, ijin mengcopy meakalahnya ya!

    ReplyDelete

LAPORAN KEGIATAN PAUD

I.                    LAPORAN KEGIATAN 1.       LATAR BELAKANG Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang sangat m...